IDN Post - Medan, Kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK fungsional guru tahun 2023 di Sumatera Utara, menjadi atensi publik/Viral, baik di daerah maupun di tingkat Nasional.
Sebab diketahui, berdasarkan data dari MenpanRB RI dan Mendikbud Ristek RI, permasalahan seleksi PPPK yang diketahui bersama, paling banyak terjadi di Provinsi Sumatera Utara.
Setidaknya ada 5 Kabupaten Kota yang bermasalah dalam penyelenggaraan PPPK Tahun 2023, yaitu Langkat, Mandailing Natal, Batubara, Kerinci dan Kota Sungai Penuh.
Mirisnya, 3 dari 5 Kabupaten yang dimaksud berada di Provinsi Sumatera Utara. Kini, dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Tahun 2023 fungsional guru yang terjadi di 3 Kabupaten tersebut, sedang ditangani oleh Polda Sumut.
Pun begitu, pengakuan hukum yang dilakukan oleh Polda Sumut dinilai menuai banyak kritik dari masyarakat, khususnya 103 guru di Kabupaten Langkat yang menjadi korban.
"Adapun yang menjadi kritik keras masyarakat hari ini yang Pertama, pengakan hukum yang dilakukan Polda Sumut diduga secara tebang pilih dalam hal melakukan upaya paksa terhadap para Tersangkanya," ungkap Irvan Saputra SH MH dari LBH Medan, selaku kuasa hukum ratusan guru honorer di Kabupaten Langkat, Rabu (25/9).
Kedua, sambung Irvan, lambatnya penyelesaian kasus PPPK. Misalnya permasalahan PPPK Kabupaten Langkat yang saat ini telah berjalan 9 bulan lamanya.
Sedangkan yang ketiga, Irvan menyebutkan kalau Polda Sumut saat ini sedang mempermainkan hukum dan diduga berpolitik dengan menangguhkan penahanan Zahir (eks.Bupati Barubara) serta tidak menahan 5 tersangka di Kabupaten Langkat dan 1 tersangka di Kabupaten Madina dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Tahun 2023 fungsional guru.
"Untuk itu LBH Medan mengecam keras tindakan Polda Sumut yang mempermainkan hukum dan diduga berpolitik dalam kasus PPPK Sumatra Utara," tegas Irvan.
Hal tersebut ditegaskan Irvan bukanlah tanpa alasan. Semisal pada tanggal 4 September 2024 lalu, Polda Sumut melalui Kabid Humas Kombes. Pol Hadi Wahyudi, mengatakan kepada media bahwa kasus yang menjerat Zahir telah diproses sejak lama, yakni sejak adanya aduan masyarakat (dumas) dan juga menegaskan bahwa kasus yang menjerat Zahir tersebut tidak ada hubungannya dengan pencalonan Zahir sebagai Bupati Batubara.
"Kemudian, perkara itu kan dari awal ada laporan masyarakat sudah berproses. Bahkan, polisi sudah menetapkan Zahir sebelumnya sebagai tersangka. Selanjutnya yang bersangkutan tidak hadir dua kali panggilan dan polisi mengeluarkan DPO. Jadi, semuanya hukum yang berproses," bebernya.
Begitupun dikatakan Irvan, faktanya hari ini Zahir yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka, berstatus DPO, kemudian sempat ditangkap dan ditahan. "Namun ditangguhkan penahanannya oleh Polda Sumut dengan alasan adanya Petunjuk Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023 dan kondusifitas Pilkada," urai Irvan Saputra.
Tidak cukup itu saja, Irvan juga menilai bahwa tindakan mempermainkan hukum dan diduga berpolitik semakin terang benderang karena Polda Sumut yang sebelumnya telah menetapkan 5 orang tersangka (Kadis Pendidikan, Kepala BKD, Kasi Kesiswaan SD, dan Dua Kepala Sekolah di Kabupaten Langkat) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi PPPK Langkat dan 1 tersangka (eks Ketua DPRD Madina), tidak melakukan penahanan terhadap para tersangka.
"Oleh karena itu, LBH Medan sebagai lembaga yang konsen terhadap penegakan hukum dan HAM, mengecam keras tindakan Polda Sumut tersebut dan secara tegas mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolda dan Dirkrimsus Poldasu karena telah bermain main dan diduga berpolitik dalam penegakan hukum kasus PPPK di Sumatera Utara," ungkapnya.
Lebih lanjut Irvan Saputra mengatakan, seharusnya tindak pidana korupsi yang merupakan Extra Ordinary Crime (kejahatan luar biasa) harus di tindak dengan luar biasa pula dan tidak ada kompromi bagi para tersangkanya.
"Kami dari LBH Medan juga mendesak penyelesaian permasalahan ini secara berkeadilan," pungkas Irvan Saputra SH MH, seraya menambahkan, adapun dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus PPPK di Sumut telah bertentangan dengan UUD 1945, HAM, ICCPR, Durham, UU Tipikor dan Kode Etik Kepolisian RI.
"Untuk itu LBH Medan mengecam keras tindakan Polda Sumut yang mempermainkan hukum dan diduga berpolitik dalam kasus PPPK Sumatra Utara," tegas Irvan.
Hal tersebut ditegaskan Irvan bukanlah tanpa alasan. Semisal pada tanggal 4 September 2024 lalu, Polda Sumut melalui Kabid Humas Kombes. Pol Hadi Wahyudi, mengatakan kepada media bahwa kasus yang menjerat Zahir telah diproses sejak lama, yakni sejak adanya aduan masyarakat (dumas) dan juga menegaskan bahwa kasus yang menjerat Zahir tersebut tidak ada hubungannya dengan pencalonan Zahir sebagai Bupati Batubara.
"Kemudian, perkara itu kan dari awal ada laporan masyarakat sudah berproses. Bahkan, polisi sudah menetapkan Zahir sebelumnya sebagai tersangka. Selanjutnya yang bersangkutan tidak hadir dua kali panggilan dan polisi mengeluarkan DPO. Jadi, semuanya hukum yang berproses," bebernya.
Begitupun dikatakan Irvan, faktanya hari ini Zahir yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka, berstatus DPO, kemudian sempat ditangkap dan ditahan. "Namun ditangguhkan penahanannya oleh Polda Sumut dengan alasan adanya Petunjuk Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023 dan kondusifitas Pilkada," urai Irvan Saputra.
Tidak cukup itu saja, Irvan juga menilai bahwa tindakan mempermainkan hukum dan diduga berpolitik semakin terang benderang karena Polda Sumut yang sebelumnya telah menetapkan 5 orang tersangka (Kadis Pendidikan, Kepala BKD, Kasi Kesiswaan SD, dan Dua Kepala Sekolah di Kabupaten Langkat) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi PPPK Langkat dan 1 tersangka (eks Ketua DPRD Madina), tidak melakukan penahanan terhadap para tersangka.
"Oleh karena itu, LBH Medan sebagai lembaga yang konsen terhadap penegakan hukum dan HAM, mengecam keras tindakan Polda Sumut tersebut dan secara tegas mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolda dan Dirkrimsus Poldasu karena telah bermain main dan diduga berpolitik dalam penegakan hukum kasus PPPK di Sumatera Utara," ungkapnya.
Lebih lanjut Irvan Saputra mengatakan, seharusnya tindak pidana korupsi yang merupakan Extra Ordinary Crime (kejahatan luar biasa) harus di tindak dengan luar biasa pula dan tidak ada kompromi bagi para tersangkanya.
"Kami dari LBH Medan juga mendesak penyelesaian permasalahan ini secara berkeadilan," pungkas Irvan Saputra SH MH, seraya menambahkan, adapun dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus PPPK di Sumut telah bertentangan dengan UUD 1945, HAM, ICCPR, Durham, UU Tipikor dan Kode Etik Kepolisian RI.