GfAoBUY0Gpz7TSWlTpClTfAoGY==
00 month 0000

Headline:

Pilkada 2024: Mengapa Pengawasan di Wilayah Terpencil Bakal Lebih Sulit?


IDN Post - Jakarta,
Pilkada 2024 membawa tantangan berat dalam pengawasan, terutama di wilayah terpencil. 

Keterbatasan akses dan kurangnya tenaga pemantau ditengarai bakal menjadi hambatan utama dalam menjaga integritas Pilkada di daerah-daerah tersebut. 

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan risiko kecurangan lebih tinggi di daerah terpencil. 

"Bukan tidak mungkin ada pilkada-pilkada yang jumlah potensial kecurangannya sangat besar, tidak teramati," kata Feri dalam diskusi Penelitian Peta Sebaran Potensi Kecurangan Pengerahan ASN di Pilkada 2024 & Launching Website Peta Kecurangan Pilkada, di KeKini Coworking Space, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9/2024), seperti dikutip dari akun Instagram Themis Indonesia.

Feri menyoroti minimnya pemantauan dari masyarakat sipil di wilayah terpencil.

Kondisi ini menyebabkan daerah tersebut rawan terjadi kecurangan tanpa pengawasan yang memadai karena jumlah tenaga pengawas kurang memadai. 

"Sekarang ada 545 pilkada dan kalau seandainya masing-masing daerah itu terdiri dari dua calon, sudah ada 1000 orang yang perlu kita amati," ujar Feri. 

"Kalau dari seribu orang itu punya tim sukses 50-an saja, maka sudah ada 50 ribu orang yang perlu kita awasi. 

Berat sekali, saya yakin jumlahnya lebih banyak dari itu," sambung Feri. Selain itu, Feri menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak memberikan bantuan yang cukup bagi kelompok masyarakat yang ingin melakukan pemantauan di daerah terpencil.

Padahal, lanjut dia, pemantauan ini krusial buat memastikan proses demokrasi berjalan adil di seluruh wilayah.

"Itu jadi problematika karena kita sendiri kalau mau jadi pemantau Pilkada, kecurangan itu, dibebani untuk memantau di tiap-tiap daerah," ucap Feri. 

Ketidakmampuan dalam memantau secara efektif di wilayah terpencil dapat menyebabkan kecurangan lebih mudah terjadi. Fokus pengawasan pilkada di wilayah-wilayah ini perlu diperkuat agar potensi pelanggaran dapat dicegah sejak dini. 

Menurut peneliti Themis Indonesia Hemi Lavour Febrinandez, terdapat 10 provinsi yang mempunyai potensi aparatur sipil negara (ASN) tak bersikap netral pada Pilkada 2024.

Kesepuluh provinsi menurut penelitian itu adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Banten, Jakarta, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatra Selatan, dan Riau.

Pernyataan itu berdasarkan penelitian yang dilakukan Hemi yang menggunakan metode kuantitatif deskriptif.

Daftar Isi
Formulir
Tautan berhasil disalin