IDN Post - Langkat, Pendidikan seyogyanya menjadi satu metode yang menumbuhkan daya nalar, empati, etika, budi pekerti dan rasional.
Namun jika Pendidikan justru mematikan daya nalar, empati, etika moral, budi perkerti dan menjadi tidak rasioanal maka menjadi penting untuk melakukan kajian dan koreksi atas Pendidikan itu sendiri.
Hal ini juga senada dengan tujuan Pendidikan pada UU 20/2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.
Pada UU tersebut menjelaskan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kata kunci dari tujuan Pendidikan nasional ialah menjadikan manusia agar beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, Beraklak, dan Berilmu.
Namun saat ini terkhusus di Kabupaten Langkat, kita mendapati fenomena unik dan di luar kelaziman.
Memang terkadang di sekitar kita kerap terjadi fenomena – fenomena tersendiri. Fenomena yang berlangsung tidak sesuai norma kelaziman dan daya nalar kita.
Sebagaimana kita ketahui bersama carut marutnya seleksi penerimaan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) Guru 2023 yang saat ini telah dinyatakan ada kesalahan dalam prosesnya, sehingga hakim berkeyakinan dan mengabulkan gugatan penggugat.
PTUN Medan mewajibkan tergugat (Pemkab Langkat) untuk membatalkan dan mengumumkan ulang pengumumnan kelulusan khusus guru berdasarkan hasil CAT.
Tersangka PPPK Langkat 2023
Tidak hanya itu perkara dugaan kecurangan seleksi PPPK Langkat 2023 juga ditangani oleh Polda Sumatera Utara (Sumut). Saat ini Polda Sumut telah menetapkan lima (5) tersangka pada perkara tersebut.
Kelima tersangka itu di antaranya adalah Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Langkat dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat.
Lalu tiga (3) tersangka lagi, mengapa tidak disebutkan? Saya memang sengaja tidak menyebutkannya, karena tidak menjadi titik fokus pada tulisan ini.
Spanduk Memuja Tersangka
Tulisan ini berangkat dari realitas yang terjadi beberapa hari ini di negeri bertuah julukan Kabupaten Langkat.
Realitas tersebut adanya sekelompok orang yang terindikasi adalah guru penerima pengangkatan sebagai guru PPPK Langkat 2023.
Sekelompok guru (pendidik, manusia terdidik) secara sadar membentangkan spanduk bertuliskan “PAK SAIFUL ABDI DAN PAK EKA DEPARI ADALAH PUTRA TERBAIK LANGKAT TOLONG JANGAN MENGORBANKAN MEREKA” dengan memuat dua photo di kiri dan kanan spanduk.
Dengan melihat photo yang terdapat di spanduk itu, maka dapat dipastikan bahwa “Pak Saiful Abdi” yang dimaksud adalah Saiful Abdi, Kadisdik Langkat, tersangka dugaan Tindak Pidana Korupsi (suap) seleksi PPPK Langkat 2023.
Begitupun “Pak Eka Depari” adalah Kepala BKD Langkat yang juga berstatus tersangka dalam perkara sama.
Tentu kita mempertanyakan daya nalar para pendidik itu (manusia terdidik) menyatakan seorang tersangka korupsi sebagai putra terbaik. Sungguh di luar nalar.
Tak hanya itu ada juga sepanduk yang lebih aneh lainnya, spanduk yang mengatasnamakan PPPK 2023 Kecamatan Babalan (terlihat di spanduk dari hasil foto) Dari PPPK Kecamatan Babalan. Spanduk itu memuat empat (4) point, yakni :
- Bapak Saiful Abdi Pejuang Pendidikan.
- Bapak Saiful Abdi Penyelamat Guru Honorer.
- Bapak Kapolda lindungi pahlawan kami Bapak Saiful Abdi.
- Jangan termakan fitnah Pak Kapolda Saiful Abdi tidaklah bersalah.
Tentu pernyataan – pernyataan ini mengelitik nalar siapapun, kecuali orang – orang yang telah mati atau dimatikan nalarnya.
- Pertama : Bapak Saiful Adbi Pejuang Pendidikan.
- Kedua : Bapak Saiful Abdi Penyelamat Guru Honorer.
Dimana mereka berbulan-bulan, dari Desember 2023 hingga hingga kini Oktober 2023, terus berjuang menuntut hak yang dirampas.
Sementara Saiful Abdi adalah salah satu tersangka dalam perkara dugaan suap penerimaan PPPK 2023 oleh Polda Sumut.
- Ketiga : Bapak Kapolda lindungi pahlawan kami Bapak Saiful Abdi. Lebih jauh lagi dari nalar.
- Keempat : Jangan termakan fitnah Pak Kapolda Saiful Abdi tidaklah bersalah.
Jangan termakan fitnah Pak Kapolda? Ironis sekali. Siapakah yang mehidangkan fitnah kepada Kapolda (penulis berkenyakinan Kapolda yang dimaksud adalah Kapolda Sumut) sehingga beliau harus diingatkan agar tidak termakan fitnah.
Penetapan Tersangka Tak Berdasar
Tentunya ini senada dengan pernyataan Ketua Aliansi Guru PPPK Langkat, Syaiful Anwar dalam orasinya meminta Kapolda Sumut agar mencabut status tersangka Kadisdik Langkat, Saiful Abdi dan Kepala BKD Langkat, Eka Syahputra Depari, Senin (30/9/2024) sore.
Dalam orasinya Ia menyatakan “Kami aliansi guru PPPK Langkat memohon kepada Bapak Kapolda Sumut agar mencabut status tersangka Kadisdik Langkat (Saiful Abdi) dan Kepala BKD Langkat (Eka Depari),” tegas Syaiful Anwar.
Dirinya mengatakan, tuduhan terhadap keduanya menerima dugaan suap (korupsi) dan penetapan keduanya sebagai tersangka sangat tidak berdasar dan merupakan fitnah.
Tidakkah Mereka Berpikir?
Apakah penyidik Polda Sumut begitu saja menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa dasar dan bukti permulaan yang cukup?
Tentu penyidik Polda Sumut tidak dengan sembarang menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Sebagaimana yang telah disampaikan Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi bahwa penetapan Saiful Abdi dan Eka Syahputra Depari sebagai tersangka dalam perkara PPPK Langkat berdasarkan hasil gelar perkara, Jumat (13/9/2024).
Begitu juga pernyataan Kanit Subdit III Tipidkor Dit Reskrimsus Polda Sumut, Kompol Rismanto Purba menuturkan, penetapan tersangka Kadisdik dan Kepala BKD Langkat bukan karena desakan massa atau intervensi.
Rismanto Purba mempersilahkan pihak yang merasa keberatan atau menilai salah dalam penetapan tersangka sebuah kasus untuk tempuh jalur hukum, praperadilan.
Maka apakah mereka berpikir atau tidakkah mereka berpikir ?
Jika memang berkenyakinan Saiful Abdi dan Eka Syahputra Depari tidak bersalah mengapa tidak menyarankan keduanya untuk menempuh upaya hukum. Lewat jalur praperadilan.
Bukan malah melakukan gerakan massa dengan muatan pernyataan penetapan keduanya sebagai tersangka tidak berdasar dan merupakan fitnah.
Bukankah ini artinya bahwa mereka menunjukkan sikap meragukan penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Sumut?
Tindakan yang menyatakan bahwa Kapolda Sumut termakan oleh fitnah dalam menetapkan keduanya sebagai tersangka. Alangkah naifnya.
Dan kembali menjadi pertanyaan, mengapa permintaan pencabutan status tersangka dan pernyataan itu hanya tertuju dan teruntuk dua (2) tersangka saja.
Mengapa tidak seluruh tersangka? Bagaimana dengan tiga (3) tersangka lainnya?
Atau jangan-jangan mereka sedang menggali liang untuk kedua tersangka tersebut? Apakah mereka tidak berpikir? (*)